Diberdayakan oleh Blogger.
  • Amy lagi maen boneka
  • Lagi senang belajar tertawa
  • Pada waktu liburan ke Jogja
  • Sembahyang di Pura Kelapa Dua Depok
  • Liburan Ke Jogja
  • Liburan Ke Jogja
  • Liburan Ke Jogja
  • Liburan Ke Jogja

Minggu, 04 September 2011

Krisis Air

Ini saya alami ketika saya baru pertama kali pindah ke tempat kontrakan yang sebelumnya tingal di rumah mertua. Pada waktu itu saya mengalami peristiwa yang mungkin tidak pernah akan saya lupakan ketika saya bersama dengan tetangga di tempat kontrakan mengantri untuk mendapatkan air bersih karena air dari PAM semuanya mati/tidak mengalir, hal tersebut saya alami selama 3 hari yang disebabkan oleh tempat penampungan air bersih untuk disalurkan ke rumah warga oleh pihak PAM tanggulnya jebol sehingga air menjadi tidak tertampung dan proses perbaikan paling cepat selesai diperkirakan selama 5 hari.

Kamis, 28 April 2011

Dewi Laksmi





Dalam agama Hindu, Laksmi (Sanskerta: लक्ष्मी ; Lakshmi) adalah dewi kekayaan, kesuburan, kemakmuran, keberuntungan, kecantikan, keadilan, dan kebijaksanaan.
Dalam kitab-kitab Purana, Dewi Laksmi adalah Ibu dari alam semesta, sakti dari DewaWisnu. Dewi Laksmi memiliki ikatan yang sangat erat dengan Dewa Wisnu. Dalam beberapa inkarnasi Wisnu (Awatara) Dewi Laksmi ikut serta menjelma sebagai Sita (ketika Wisnu menjelma sebagai Rama), Rukmini (ketika Wisnu menjelma sebagai Kresna).
Dewi Laksmi disebut juga Dewi Uang. Ia juga disebut "Widya", yang berarti pengetahuan, karena Beliau juga Dewi pengetahuan keagamaan. Ia juga dihubungkan dengan setiap kebahagiaan yang terjadi di antara keluarga dan sahabat, perkawinan, anak-anak, kekayaan, dan kesehatan yang menjadikannya Dewi yang sangat terkenal di kalangan umat Hindu





Selasa, 15 Maret 2011

Catur Marga Yoga

Catur Marga adalah empat jalan/cara, Catur Yoga adalah empat cara mempersatukan diri dengan Tuhan.

Ajaran Tri Marga, Catur Marga dan Catur Yoga sangat berdekatan, hanya berbeda istilanya saja. Marga berarti jalan sedangkan Yoga berarti penyatuan, penghubungan yang berasal dari kata “Yuj” yang artinya berhubungan.

Ajaran Tri Marga, Catur Marga dan Catur Yoga adalah sama, hanya sebutannya yang berbeda.

1. Jnana Marga Yoga
Jnana artinya kebijaksanaan filsafat atau ilmu pengetahuan. Jadi Jnana Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman berdasarkan atas ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran.

Menurut Upanisad pengetahuan seorang bijaksana (Jnanin) dapat dibagi atas dua bagian yaitu Apara Widya dan Pari Widya. Apara Widya adalah pengetahuan dalam tingkat kemewahan suci (ajaran-ajaran suci Weda) sedangkan Pari Widya adalah pengetahuan tingkat tinggi tentang hakikat kebenaran Atman dan Brahman. Jadi Apara Widya adalah dasar untuk mencapai Pari Widya. Seorang Jnanin memiliki pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang sempurna, dengan Wiweka (logika) yang dalam mereka benar-benar bisa membedakan yang kekal dan tidak kekal, sehingga bisa melepaskan yang tidak kekal dan mencapai kekekalan yang sempurna.

Catur Purusa Artha

CATUR PURUSA ARTHA  

Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi).
Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha atau Catur Warga yang berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari:
 
Dharma
Merupakan kebenaran absolut yang mengarahkan manusia untuk berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agama yang menjadi dasar hidup. Dharma itulah yang mengatur dan menjamin kebenaran hidup manusia. Keutamaan dharma sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan, memberikan keteguhan budi, dan menjadi dasar dan jiwa dari segala usaha tingkah laku manusia.
Artha
Adalah kekayaan dalam bentuk materi/ benda- benda duniawi yang merupakan penunjang hidup manusia. Pengadaan dan pemilikan harta benda sangat mutlak adanya, tetapi yang perlu diingat agar kita jangan sampai diperbudak oleh nafsu keserakahan yang berakibat mengaburkan wiweka (pertimbangan rasional) tidak mampu membedakan salah ataupun benar. Nafsu keserakahan materi melumpuhkan sendi- sendi kehidupan beragama, menghilangkan kewibawaan. Bahwa artha merupakan unsur sosial ekonomi bersifat tidak kekal berfungsi selaku penunjang hidup dan bukan tujuan hidup. Artha perlu diamalkan (dana punia) bagi kepentingan kemanusiaan (fakir miskin, cacat, yatim piatu, dan lain- lain)
Kama
Adalah keinginan untuk memperoleh kenikmatan (wisaya). Kama berfungsi sebagai penunjang hidup yang bersifat tidak kekal. Manusia dalam hidup memiliki kecenderungan untuk memuaskan nafsu, tetapi sebagai makhluk berbudi ia mampu menilai perilaku mana yang baik dan benar untuk diterapkan. Dengan ungkapan lain bahwa perilaku yang baik dimaksudkan adalah selarasnya kebutuhan manusia dengan norma kebenaran yang berlaku.
Moksa
Adalah kelepasan, kebebasan atau kemerdekaan (kadyatmikan atau Nirwana) manunggalnya hidup dengan Pencipta (Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai tujuan utama, tertinggi, dan terakhir, bebasnya Atman dan pengaruh maya serta ikatan subha asubha karma (suka tan pawali duka).

Tri Hita Karana

Tri Hita Karana dalam Agama Hindu

  1. Latar belakang historis.
    Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.

  2. Pengertian.
    Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:
    1. Manusia dengan Tuhannya.
    2. Manusia dengan alam lingkungannya.
    3. Manusia dengan sesamanya.

  3. Unsur- unsur Tri Hita Karana.
    1. Unsur- unsur Tri Hita Karana ini meliputi:
      1. Sanghyang Jagatkarana.
      2. Bhuana.
      3. Manusia
    2. Unsur- unsur Tri Hita Karana itu terdapat dalam kitab suci Bagawad Gita (III.10), berbunyi sebagai berikut:

      Bagawad Gita (III.10)
      Artinya :
      Sahayajnah prajah sristwa pura waca prajapatih anena prasawisya dhiwan esa wo'stiwistah kamadhuk Pada jaman dahulu Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan bersabda: dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu.

      Dalam sloka Bhagavad-Gita tersebut ada nampak tiga unsur yang saling beryadnya untuk mendapatkan yaitu terdiri dari:
      Prajapati = Tuhan Yang Maha Esa
      Praja = Manusia

  4. Penerapan Tri Hita Karana.
    1. Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut
      1. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya.
      2. Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya.
      3. Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya.

    2. Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di Bali dapat dijumpai dalam perwujudan:

      1 Parhyangan
      Parahyangan untuk di tingkat daerah berupa Kahyangan Jagat
      Di tingkat desa adat berupa Kahyangan desa atau Kahyangan Tiga
      Di tingkat keluarga berupa pemerajan
      atau sanggah
      2 Pelemahan
      Pelemahan di tingkat daerah meliputi wilayah Propinsi Bali
      Di tingkat desa adat meliputi "asengken" bale agung
      Di tingkat keluarga meliputi pekarangan perumahan
      3 Pawongan
      Pawongan untuk di tingkat daerah meliputi umat Hindu di Bali
      Untuk di desa adat meliputi krama desa adat
      Tingkat keluarga meliputi seluruh anggota keluarga


  5. Nilai Budaya.
    Dengan menerapkan Tri Hita Karana secara mantap, kreatif dan dinamis akan terwujudlah kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya yang astiti bakti terhadap Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya


 Tri Hita Karana Bali

A.Pengertian
Tri Hita Karana ,berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera dan Karana berarti penyebab. Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia.Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyaraakat,juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi.Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok,yakni :wilayah,masyarakat dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram,dan damai secara lahiriah maupun bathiniah. Seperti inilah gambaran kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.

B. Bidang Garapan Tri Hita Karana
Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat,adalah sebagai berikut:
1. Bhuana dan Karang Desa. Bhuana adalah alam semesta,Karang Desa adalah wilayah teritorial
dari suatu desa adat yang telah ditentukan secara definitif batas kewilayahannya dengan suatu
upacara adat keagamaan .
2.Kerama Desa Adat,yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah
desa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adat
lainnya seperti kelompok-kelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku ,bersama-sama
masyarakat desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
3.Tempat Suci adalah tempat untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Widhi
sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku sehari-hari. Tempat
pemujaan ini diwujudnyatakan dalam bentuk Pura Kayangan Tiga. Setiap desa adat di Bali wajib
memilikinya.. Pura Kayangan Tiga itu adalah : Pura Desa,Pura Puseh,Pura Dalem.Pura
Kahyangan Tiga di desa adat di Bali seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tak
terpisahkan dengan seluruh aktifitas dan kehidupan desa.
C. Manfaat Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sehari-hari dalam Rangka Melestarikan Lingkungan Hidup
Di dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali, kesehariannya menganut pola Tri Hita Karana.Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja, namun tercermin dan berlaku dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat,maupun berorganisasi.Seperti salah satu organisasi pertanian yang bergerak di bidang pengairan yakni Sekehe Subak. Sistem Sekehe Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya ditentukan secara pasti dalam awig-awig (peraturan ) subak.Awig-awig ini memuat aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan.apabila dilangggar dari ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam awig-awig persubakan. Tri Hita Karana Persubakan menyangkut adanya sawah sebagai areal,ada krama subak sebagai pemilik sawah,dan ada Pura Subak atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manisfestasinya sebagai Ida Batari Sri,penguasa kemakmuran.
Desa Adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga(KK).Mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluargganya.Setiap keluarga menenpati Karang Ayahan Desa,yang disebut karang sikut satak.Disinilah setiap KK bebas mengatur keluarganya.Pola Kehidupan mereka tank lepas dari pola Tri Hita Karana,hal ini dapat dilihat dari Karang Sikut Satak yang ditempati. Secara umum penempatan bangunan di karang itu berpolakan : Utama Mandala,tempat bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Widhi dan Para Leluhur,letaknya di Timur Laut pekarangan dinamakan Sanggah Kemulan.Madya Mandala tempat untuk membangun rumah,Balai Delod,Dapur,Kamar Mandi,Lumbung
dan bangunan lainnya. Nista Mandala tempat membangun Kori Agung,Candi Bentar, Angkul-angkul tempat masuk ke Pekarangan Sikut Satak.
Di luar Pekarangan Sikut Satak,namanya teba. Di teba inilah tempat krama Bali membangun ekonominya dengan bercocok taman seperti kelapa,pisang, nangka, durian dan tanaman lain yang memiki nilai ekonomis.Di tempat ini pula anggota keluarga membuat kandang sapi,babi,ayam itik,kambing dan peliharanaan lainnya,sebagai wujud pelestarian lingkungan. Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali senantiasa berkiblat kepada ajaran Tri Hita Karana,dan telah tercermin dalam hidup harmonis di masyarakat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia ,bahkan terhadap para wisatawan yang berkunjung
ke Bali.
Kini Tri Hita Karana ,bukan saja baik diterapkan di Bali ,juga ditempat lain terutama yang menginginkan suasana hidup aman,tenteram,sejahtera,sentaosa. Hidup berdampingan secara damai.

Panca Sradha

  1. PENGERTIAN PANCA SRADHA
Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia.
Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
  1. Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
  2. Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
  3. Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut               “ Panca Sradha “.
  1. PEMBAGIAN PANCA SRADHA
Panca Sradha terdiri dari :
  1. Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
  2. Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
  3. Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
  4. Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
  5. Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Untuk menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap. Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat menciptakan ketenangan.

  1. PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA
  1. Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )
Hyang Widhi adalah yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada. Kita percaya bahwa beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya “ Wyapi Wyapaka Nirwikara “
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta  ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – dewa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
  1. Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
  2. Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :
“  Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit “ artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.
  1. Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “
“ Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti “ artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan berbagai nama.
  1. Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa artinya berbeda – beda tetapi  satu, tak ada Hyang Widhi yang ke dua.
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), dan Bhagavan ( berwujud )
  1. Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )
Atma berasal dari  Hyang Widhi yang memberikan hidup kepada semua mahluk. Atma atau Sang Hyang Atma disebut pula Sang Hyang Urip. Manusia, hewan dan tumbuhan adalah mahluk hidup yang terjadi dari dua unsur yaitu badan dan atma.
Badan adalah kebendaan yang terbentuk dari lima unsur kasar yaitu Panca Maha Butha. Di dalam badan melekat indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )
Atma adalah yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus . atma yang menghidupkan badan manusia disebut “ Jiwatman “
Badan dengan atma ini bagaikan hubungan Kusir dengan Kereta. Kusir adalah atma, dan kereta adalah badan. Indria yang ada pada badan kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma. Misalnya, mata tidak dapat digunakan  untuk pengelihatan jika tidak dijiwai oleh atma. Telinga tidak dapat digunakan untuk pendengaran jika tidak dijiwai oleh atma.
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat – sifat atma sebagai berikut :
-  Achodyhya        artinya tak terlukai oleh senjata
-  Adahya              artinya tak terbakar oleh api
-  Akledya             artinya tak terkeringkan oleh angin
-  Acesyah             artinya tak terbasah oleh air
-  Nitya                  artinya abadi, kekal
-  Sarwagatah        artinya  ada dimana – mana
-  Sthanu                artinya tak berpindah – pindah
-  Acala                  artinya tak bergerak
-  Sanatana                        artinya selalu sama
-  Adyakta             artinya  tak terlahirkan
-  Achintya                        artinya tak terpikirkan
-  Awikara             artinya tak berjenis kelamin
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan awidhya.
Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi. Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal adanya ( Brahman Atman Aikyam )
  1. Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )
Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau buruk akan memberikan hasil. Tidak ada perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala, langsung maupun tidak langsung pahala itu pasti akan datang.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha karma membawa hasil yang menyenangkan atau baik. Sebaliknya perbuatan  yang buruk atau Asubha karma akan membawa hasil yang duka atau tidak baik.
Perbuatan – perbuatan buruk atau Asubha karma menyebabkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia akan menjelma kembali ke dunia sebagai binatang atau manusia sengsara ( Neraka Syuta ). Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka berbagai kebahagiaan hidup akan dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati, kelak menjelma kembali ke dunia sebagai orang yang bahagia dengan mudah ia mendapatkan pengetahuan yang utama.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
-          Sancita karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada kehidupan yang terdahulu  baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula ( senang, sejahtera, bahagia ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara )
-          Prarabda karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.
Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.
-          Kriyamana karma phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat. Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik. Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
  1. Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )
Samsara disebut juga Punarbhawa yang artinya lahir kembali ke dunia secara berulang – ulang. Kelahiran kembali ini terjadi karena adanya atma masih diliputi oleh keinginan dan kemauan yang berhubungan dengan keduniawian.
Kelahiran dan hidup ini sesungguhnya adalah sengsara, sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara, tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan datang ( nagata ) dan sekarang ( wartamana ).
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut :
-          Pitra Yadnya
Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.
-          Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan setelah meninggal.
-          Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.
  1. Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )
Moksa berarti kebebasan. Kamoksan berarti kebebasan yaitu bebas dari pengaruh ikatan duniawi, bebas dari karma phala, bebas dari samsara, dan lenyap dalam kebahagiaan yang tiada tara. Karena telah lenyap dan tidak mengalami lagi hukum karma, samsara, maka alam kamoksam itu telah bebas dari urusan – urusan kehidupan duniawi, tidak mengalami kelahiran lagi ditandai oleh kebaktian yang suci dan berada pada alam Parama Siwa.
Alm moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.
Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).
Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.
Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.
Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :
-          Bhakti Marga ( jalan Bhakti )
-          Karma Marga( jalan Perbuatan )
-          Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )
-          Raja Marga ( Jalan Yoga )

Minggu, 13 Februari 2011

Selamat Hari Valentine

Happy Valentine Day's.............

Valentine's Day), pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Asal-muasalnya yang gelap sebagai sebuah hari raya Katolik Roma didiskusikan di artikel Santo Valentinus. Beberapa pembaca mungkin ingin membaca entri Valentinius pula. Hari raya ini tidak mungkin diasosiasikan dengan cinta yang romantis sebelum akhir Abad Pertengahan ketika konsep-konsep macam ini diciptakan.

Hari raya ini sekarang terutama diasosiasikan dengan para pencinta yang saling bertukaran notisi-notisi dalam bentuk "valentines". Simbol modern Valentine antara lain termasuk sebuah kartu berbentuk hati dan gambar sebuah Cupido (Inggris: cupid) bersayap. Mulai abad ke-19, tradisi penulisan notisi pernyataan cinta mengawali produksi kartu ucapan secara massal. The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu milyar kartu valentine dikirimkan per tahun. Hal ini membuat hari raya ini merupakan hari raya terbesar kedua setelah Natal di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama ini juga memperkirakan bahwa para wanitalah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.

Di Amerika Serikat mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu diperluas dan termasuk pula pemberian segala macam hadiah, biasanya oleh pria kepada wanita. Hadiah-hadiahnya biasa berupa bunga mawar dan cokelat. Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan.

Sebuah kencan pada hari Valentine seringkali dianggap bahwa pasangan yang sedang kencan terlibat dalam sebuah relasi serius. Sebenarnya valentine itu Merupakan hari Percintaan, bukan hanya kepada Pacar ataupun kekasih, Valentine merupakan hari terbesar dalam soal Percintaan dan bukan berarti selain valentine tidak merasakan cinta.

Di Amerika Serikat hari raya ini lalu diasosiasikan dengan ucapan umum cinta platonik "Happy Valentine's", yang bisa diucapkan oleh pria kepada teman wanita mereka, namun jarang kepada teman pria lainnya. Kecuali kedua-duanya adalah kaum homoseksual.

Sejarah Hari Valentine

Perayaan Kesuburan bulan Februari

Asosiasi pertengahan bulan Februari dengan cinta dan kesuburan sudah ada sejak dahulukala. Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus meyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan lari-lari di jejalanan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah.

Hari Raya Gereja

Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), nama Valentinus paling tidak bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda:

* seorang pastur di Roma
* seorang uskup Interamna (modern Terni)
* seorang martir di provinsi Romawi Africa.

Koneksi antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantis tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.

Valentinius

Guru ilmu gnostisisme yang berpengaruh Valentinius, adalah seorang calon uskup Roma pada tahun 143. Dalam ajarannya, tempat tidur pelaminan memiliki tempat yang utama dalam versi Cinta Kasih Kristianinya. Penekanannya ini jauh berbeda dengan konsep... dalam agama Kristen yang umum. Stephan A. Hoeller, seorang pakar, menyatakan pendapatnya tentang Valentinius mengenai hal ini: "Selain sakramen permandian, penguatan, ekaristi, imamat dan perminyakan, aliran gnosis Valentinius juga secara prominen menekankan dua sakramen agung dan misterius yang dipanggil "penebusan dosa" (apolytrosis) dan "tempat pelaminan"..." [1].

Era abad pertengahan

Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis, di mana dipercayai bahwa 14 February adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris Pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parlement of Foules (�Percakapan Burung-Burung�) bahwa

For this was sent on Seynt Valentyne's day (�Bahwa inilah dikirim pada hari Santo Valentinus�)
Whan every foul cometh ther to choose his mate (�Saat semua burung datang ke sana untuk memilih pasangannya�)

Pada jaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasanagan mereka "Valentine" mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London. Kemungkinan besar banyak legenda-legenda mengenai santo Valentinus diciptakan pada jaman ini. Beberapa di antaranya bercerita bahwa:

* Sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati syuhada), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis "Dari Valentinusmu".
* Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka.

Pada kebanyakan versi legenda-legenda ini, 14 Februari dihubungkan dengan keguguran sebagai martir.

Hari Valentine pada era modern

Hari Valentine kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang mengkolonisasi daerah tersebut. Di Amerika Serikat kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 � 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar dan ia mendapat ilham untuk memproduksi kartu dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. (Semenjak tahun 2001, The Greeting Card Association setiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary".)

Tradisi Hari Valentine di negara-negara non-Barat

Di Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut �Hari Putih�(White Day) muncul. Pada hari ini (14 Maret), pria yang sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali.

Di Taiwan, sebagai tambahan dari Hari Valentine dan Hari Putih, masih ada satu hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya. Namanya adalah "Hari Raya Anak Perempuan" (Qi Xi). Hari ini diadakan pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.

Di Indonesia, budaya bertukaran surat ucapan antar kekasih juga mulai muncul. Budaya ini cenderung menjadi budaya populer dan konsumtif karena perayaan valentine lebih banyak ditujukan sebagai ajakan pembelian barang-barang yang terkait dengan valentine seperti kotak coklat, perhiasan dan boneka. Pertokoan dan media (stasium TV, radio, dan majalah remaja) terutama di kota-kota besar di Indonesia marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan valentine.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Valentine

Kamis, 10 Februari 2011

14 Februari

14 Februari,
Mereka bilang ini hari yang suci
Dan dengan segenap jiwa
Aku berdoa
    14 Februari,
     Berharap ia mengerti
     Tentang apa yang kurasa
     Bahwa aku sungguh cinta
14 Februari,
Adakah ia tau
Bahwa sampai nanti aku mati
Aku kan mencintainya slalu
    14 FebruaRi
     Hari ini aku berjanji
     Atas nama cinta
     Akan setia untuknya
    Aku tau
     Ada yang pisahkan kita
     Setitik dinding itu
     Bukanlah apa-apa
     Percayalah
     Pada kekuatan cinta
     Kita tak kan kalah
     Selama kita tetap bersama
     Dan hari ini
14 Februari
Saatnya aku sematkan
Ungkapkan
Apa yang kurasa
Bersenandung dalam asa
Berharap bukan mimpi
Cinta kita akan abad

Sebuah Puisi

Bila Aku adalah Engkau
Bila Esok terus Menanti
Adakah Ruang / Waktu untuk Menyapa
Dan Merasakan yang Kurasakan
   Bila Esok adalah awal
   Adakah Harapan menjadi milikku
   Bila Esok adalah Akhir
   Masihkah senyuman kau beri
   untukku selalu untukku
Bila Engkau adalah Aku
Bila Cinta terus Merekah
Adakah cara untuk mengungkap
Dan mengisahkan segalanya
   Bila hati terus terjaga
   pastikan keajaiban
   menanti di hadapanmu
   Bila janji terus kau genggam
   pastikan cahaya jiwamu
   takkan redup
   dan terus bersinar…
   dan terus bersinar
Bila janji terus kau genggam
pastikan cahaya
jiwamu takkan redup
Bila hati terus terjaga
pastikan keajaiban
menanti di hadapanmu
   Bila janji terus kau genggam
   pastikan cahaya
   jiwamu takkan redup
   dan terus bersinar… adalah akhir
   pastikan cahay jiwamu
   takkan redup
   dan terus bersinar

Upacara Manusa Yadnya


UPACARA MEGEDONG-GEDONGAN

         a.      URAIAN UPACARA :
      Upacara ini ditujukan kehadapan si bayi yang ada di dalam kandungan dan merupakan upacara yang pertama kali dialami sejak terciptanya sebagai manusia. Oleh karenanya upacara ini dilakukan setelah kehamilan berumur 5 bulan ( 6 bulan kalender ) sebelum bayi itu lahir. Kehamilan yang berumur di bawah 5 bulan dianggap jasmani si bayi belum sempurna, dan tidak boleh diberi upacara manusa yadnya (menurut lontar kuno dresthi).
      Tujuannya adalah untuk membersihkan dan mohon keselamatan jiwa raga si bayi, agar kelak menjadi orang yang berguna dimasyarakat (kalau laki-laki menjadi pahlawan pembela negara/titundung musuh dan kalau perempuan menjadi istri yang utama).

         b.      SUSUNAN UPAKARA
                  UPAKARA YANG KECIL
                  Untuk pembersihan       : byakala dan prayascita
                  Untuk tataban               :  sesayut, pengambyan, peras, penyeneng, dan sesayut
                                                          pemahayu tuwuh
                  UPAKARA YANG LEBIH BESAR :
                  Untuk pembersihan       :  byakala, prayascita, dan pengelukatan
                  Untuk tataban               :  seperti diatas dilengkapi dengan banten pegedongan
                                                          Matah

         c. TATA UPACARA :
            Upacara dilakukan dipermandian (dirumah membuat permandian darurat) terlebih dahulu orang yang hamil mabyakala dan maprayascita. Di hadapan sanggah kemulan ditaruh perlengkapan upacara seperti benang hitam 1 (satu) tukel yang kedua ujungnya diikat pada cabang kayu dadap, bambu buluh runcing (gelanggang), daun kumbang diisi air dan ikan sawah yang hidup yaitu belut, nyalian, ketam, ceraken, dibungkus dengan kain yang baru.
            Pelaksanaannya :
Kedua cabang kayu dadap yang terikat dengan benang hitam ditancapkan pada pintu gerbang (arah benang agar menuju pintu gerbang).
Si Perempuan mengusung ceraken tersebut, tangan kanan menjinjing daun kumbang yang berisi air dan ikan tadi.
Yang laki (suami) tangan kirinya memegang benang dan tangan kanannya memegang gelangang tersebut tadi.
            Sudah itu sajen segehan diperciki untuk bhuta yang sering menggoda.
Setelah yang laki berjalan serta memegang benang sambil menusuk daun kumbang yang berisi air yang dijinjing oleh si perempuan sampai keluar ikan dan airnya.
Setelah itu suami istri bersembahyang agar selamat kandungannya, tidak tergoda oleh segala godaan sampai pada lahirnya selamat.
            Upakara ini dilanjutkan dengan pengelukatan dan akhirnya natab.

         MANTRA DARI PAGEDONGAN
         Om Sanghyang paduka Ibu Pertiwi Betari Gayatri, Betari Sawitri, Betari Suparni, Betari Wastu, Batari Kedep, Betari Angukuhi, Betari Kundangkasih, Betari Kamajaya-Kamaratih, mekadi pakulun Hyang Widiadara-Widiadari, Hyang Kuranta-kuranti, sama daya iki tadah saji aturan manusa ira si anu ajakan sarowangan ira amangan anginum, manawi ana kirangan kaluputan ipun den agung ampura. Nen manusa nira, mangke ulun aminta nugraharing sira samua aja sira angedonging, angancinging muwang anyangkalen, uwakakena lawangira selacakdana uwakakena den alon sepungana nuta anak-anak andepun denapekik dirgayusayowana weta urif tan ane saminaksan ipun. Om siddhi rastu swaha.

         d. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN :
         1)      BANTEN PEGEDONGAN MENTAH
                     Sebuah bakul/paso yang berisi beras, kelapa, telur, benang putih, ketan, injin, pisang mentah, sudang (ikan teri), tingkih, pangi, bija ratus, palawa, peselan, base tampel dll seperti isi daksina masing-masing satu biji / butir.
         2)      Sesayut pemahayu tuwuh
                     Alasnya disebut kulit sesayut, diatasnya diisi penek/tumpeng kuning, ikan ayam satu ekor, dilengkapi dengan buah-buahan, jajan, rerasmen, sampian nagasari, dan penyenang yang berisi tetebusan benang tridatu (hitam, merah dan putih).

         e. BRATA
            Beberapa pantangan bagi orang yang sedang hamil adalah :
            Wak capala
            Wak Purusya
            Tidak menyembah mayat (Cawa)
            Tidak mendukung tirta pengentas
Sebaliknya sang suami tidak boleh membikin cemburu, terkejut. Usahakan agar selalu adanya ketenangan dengan membaca lontar dan ajaran-ajaran agama yang lainnya.

Minggu, 06 Februari 2011

Gambar Dewa

Cinta

Cinta tiada akhir.....
Cinta sejati harus bisa mencintai diri sendiri tanpa harus memiliki........