Catur Marga adalah empat jalan/cara, Catur Yoga adalah empat cara mempersatukan diri dengan Tuhan.
Ajaran Tri Marga, Catur Marga dan Catur Yoga sangat berdekatan, hanya berbeda istilanya saja. Marga berarti jalan sedangkan Yoga berarti penyatuan, penghubungan yang berasal dari kata “Yuj” yang artinya berhubungan.
Ajaran Tri Marga, Catur Marga dan Catur Yoga adalah sama, hanya sebutannya yang berbeda.
1. Jnana Marga Yoga
Jnana artinya kebijaksanaan filsafat atau ilmu pengetahuan. Jadi Jnana Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman berdasarkan atas ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran.
Menurut Upanisad pengetahuan seorang bijaksana (Jnanin) dapat dibagi atas dua bagian yaitu Apara Widya dan Pari Widya. Apara Widya adalah pengetahuan dalam tingkat kemewahan suci (ajaran-ajaran suci Weda) sedangkan Pari Widya adalah pengetahuan tingkat tinggi tentang hakikat kebenaran Atman dan Brahman. Jadi Apara Widya adalah dasar untuk mencapai Pari Widya. Seorang Jnanin memiliki pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang sempurna, dengan Wiweka (logika) yang dalam mereka benar-benar bisa membedakan yang kekal dan tidak kekal, sehingga bisa melepaskan yang tidak kekal dan mencapai kekekalan yang sempurna.
Selasa, 15 Maret 2011
Catur Purusa Artha
CATUR PURUSA ARTHA | ||||||||
Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi). Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha atau Catur Warga yang berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari: | ||||||||
|
Tri Hita Karana
Tri Hita Karana dalam Agama Hindu
Tri Hita Karana Bali
A.Pengertian
Tri Hita Karana ,berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera dan Karana berarti penyebab. Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia.Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyaraakat,juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi.Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok,yakni :wilayah,masyarakat dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram,dan damai secara lahiriah maupun bathiniah. Seperti inilah gambaran kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.
B. Bidang Garapan Tri Hita Karana
Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat,adalah sebagai berikut:
1. Bhuana dan Karang Desa. Bhuana adalah alam semesta,Karang Desa adalah wilayah teritorial
dari suatu desa adat yang telah ditentukan secara definitif batas kewilayahannya dengan suatu
upacara adat keagamaan .
2.Kerama Desa Adat,yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah
desa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adat
lainnya seperti kelompok-kelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku ,bersama-sama
masyarakat desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
3.Tempat Suci adalah tempat untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Widhi
sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku sehari-hari. Tempat
pemujaan ini diwujudnyatakan dalam bentuk Pura Kayangan Tiga. Setiap desa adat di Bali wajib
memilikinya.. Pura Kayangan Tiga itu adalah : Pura Desa,Pura Puseh,Pura Dalem.Pura
Kahyangan Tiga di desa adat di Bali seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tak
terpisahkan dengan seluruh aktifitas dan kehidupan desa.
C. Manfaat Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sehari-hari dalam Rangka Melestarikan Lingkungan Hidup
Di dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali, kesehariannya menganut pola Tri Hita Karana.Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja, namun tercermin dan berlaku dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat,maupun berorganisasi.Seperti salah satu organisasi pertanian yang bergerak di bidang pengairan yakni Sekehe Subak. Sistem Sekehe Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya ditentukan secara pasti dalam awig-awig (peraturan ) subak.Awig-awig ini memuat aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan.apabila dilangggar dari ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam awig-awig persubakan. Tri Hita Karana Persubakan menyangkut adanya sawah sebagai areal,ada krama subak sebagai pemilik sawah,dan ada Pura Subak atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manisfestasinya sebagai Ida Batari Sri,penguasa kemakmuran.
Desa Adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga(KK).Mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluargganya.Setiap keluarga menenpati Karang Ayahan Desa,yang disebut karang sikut satak.Disinilah setiap KK bebas mengatur keluarganya.Pola Kehidupan mereka tank lepas dari pola Tri Hita Karana,hal ini dapat dilihat dari Karang Sikut Satak yang ditempati. Secara umum penempatan bangunan di karang itu berpolakan : Utama Mandala,tempat bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Widhi dan Para Leluhur,letaknya di Timur Laut pekarangan dinamakan Sanggah Kemulan.Madya Mandala tempat untuk membangun rumah,Balai Delod,Dapur,Kamar Mandi,Lumbung
dan bangunan lainnya. Nista Mandala tempat membangun Kori Agung,Candi Bentar, Angkul-angkul tempat masuk ke Pekarangan Sikut Satak.
Di luar Pekarangan Sikut Satak,namanya teba. Di teba inilah tempat krama Bali membangun ekonominya dengan bercocok taman seperti kelapa,pisang, nangka, durian dan tanaman lain yang memiki nilai ekonomis.Di tempat ini pula anggota keluarga membuat kandang sapi,babi,ayam itik,kambing dan peliharanaan lainnya,sebagai wujud pelestarian lingkungan. Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali senantiasa berkiblat kepada ajaran Tri Hita Karana,dan telah tercermin dalam hidup harmonis di masyarakat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia ,bahkan terhadap para wisatawan yang berkunjung
ke Bali.
Kini Tri Hita Karana ,bukan saja baik diterapkan di Bali ,juga ditempat lain terutama yang menginginkan suasana hidup aman,tenteram,sejahtera,sentaosa. Hidup berdampingan secara damai.
- Latar belakang historis.
Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.
- Pengertian.
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:- Manusia dengan Tuhannya.
- Manusia dengan alam lingkungannya.
- Manusia dengan sesamanya.
- Unsur- unsur Tri Hita Karana.
- Unsur- unsur Tri Hita Karana ini meliputi:
- Sanghyang Jagatkarana.
- Bhuana.
- Manusia
- Unsur- unsur Tri Hita Karana itu terdapat dalam kitab suci Bagawad Gita (III.10), berbunyi sebagai berikut:
Bagawad Gita (III.10)Artinya :Sahayajnah prajah sristwa pura waca prajapatih anena prasawisya dhiwan esa wo'stiwistah kamadhuk Pada jaman dahulu Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan bersabda: dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu.
Dalam sloka Bhagavad-Gita tersebut ada nampak tiga unsur yang saling beryadnya untuk mendapatkan yaitu terdiri dari:
Prajapati = Tuhan Yang Maha Esa
Praja = Manusia
- Unsur- unsur Tri Hita Karana ini meliputi:
- Penerapan Tri Hita Karana.
- Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut
- Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya.
- Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya.
- Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya.
- Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di Bali dapat dijumpai dalam perwujudan:
1 Parhyangan Parahyangan untuk di tingkat daerah berupa Kahyangan Jagat Di tingkat desa adat berupa Kahyangan desa atau Kahyangan Tiga Di tingkat keluarga berupa pemerajan
atau sanggah2 Pelemahan Pelemahan di tingkat daerah meliputi wilayah Propinsi Bali Di tingkat desa adat meliputi "asengken" bale agung Di tingkat keluarga meliputi pekarangan perumahan 3 Pawongan Pawongan untuk di tingkat daerah meliputi umat Hindu di Bali Untuk di desa adat meliputi krama desa adat Tingkat keluarga meliputi seluruh anggota keluarga
- Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut
- Nilai Budaya.
Dengan menerapkan Tri Hita Karana secara mantap, kreatif dan dinamis akan terwujudlah kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya yang astiti bakti terhadap Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya
Tri Hita Karana Bali
A.Pengertian
Tri Hita Karana ,berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera dan Karana berarti penyebab. Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia.Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyaraakat,juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi.Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok,yakni :wilayah,masyarakat dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram,dan damai secara lahiriah maupun bathiniah. Seperti inilah gambaran kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.
B. Bidang Garapan Tri Hita Karana
Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat,adalah sebagai berikut:
1. Bhuana dan Karang Desa. Bhuana adalah alam semesta,Karang Desa adalah wilayah teritorial
dari suatu desa adat yang telah ditentukan secara definitif batas kewilayahannya dengan suatu
upacara adat keagamaan .
2.Kerama Desa Adat,yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah
desa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adat
lainnya seperti kelompok-kelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku ,bersama-sama
masyarakat desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
3.Tempat Suci adalah tempat untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Widhi
sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku sehari-hari. Tempat
pemujaan ini diwujudnyatakan dalam bentuk Pura Kayangan Tiga. Setiap desa adat di Bali wajib
memilikinya.. Pura Kayangan Tiga itu adalah : Pura Desa,Pura Puseh,Pura Dalem.Pura
Kahyangan Tiga di desa adat di Bali seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tak
terpisahkan dengan seluruh aktifitas dan kehidupan desa.
C. Manfaat Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sehari-hari dalam Rangka Melestarikan Lingkungan Hidup
Di dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali, kesehariannya menganut pola Tri Hita Karana.Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja, namun tercermin dan berlaku dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat,maupun berorganisasi.Seperti salah satu organisasi pertanian yang bergerak di bidang pengairan yakni Sekehe Subak. Sistem Sekehe Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya ditentukan secara pasti dalam awig-awig (peraturan ) subak.Awig-awig ini memuat aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan.apabila dilangggar dari ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam awig-awig persubakan. Tri Hita Karana Persubakan menyangkut adanya sawah sebagai areal,ada krama subak sebagai pemilik sawah,dan ada Pura Subak atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manisfestasinya sebagai Ida Batari Sri,penguasa kemakmuran.
Desa Adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga(KK).Mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluargganya.Setiap keluarga menenpati Karang Ayahan Desa,yang disebut karang sikut satak.Disinilah setiap KK bebas mengatur keluarganya.Pola Kehidupan mereka tank lepas dari pola Tri Hita Karana,hal ini dapat dilihat dari Karang Sikut Satak yang ditempati. Secara umum penempatan bangunan di karang itu berpolakan : Utama Mandala,tempat bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Widhi dan Para Leluhur,letaknya di Timur Laut pekarangan dinamakan Sanggah Kemulan.Madya Mandala tempat untuk membangun rumah,Balai Delod,Dapur,Kamar Mandi,Lumbung
dan bangunan lainnya. Nista Mandala tempat membangun Kori Agung,Candi Bentar, Angkul-angkul tempat masuk ke Pekarangan Sikut Satak.
Di luar Pekarangan Sikut Satak,namanya teba. Di teba inilah tempat krama Bali membangun ekonominya dengan bercocok taman seperti kelapa,pisang, nangka, durian dan tanaman lain yang memiki nilai ekonomis.Di tempat ini pula anggota keluarga membuat kandang sapi,babi,ayam itik,kambing dan peliharanaan lainnya,sebagai wujud pelestarian lingkungan. Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali senantiasa berkiblat kepada ajaran Tri Hita Karana,dan telah tercermin dalam hidup harmonis di masyarakat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia ,bahkan terhadap para wisatawan yang berkunjung
ke Bali.
Kini Tri Hita Karana ,bukan saja baik diterapkan di Bali ,juga ditempat lain terutama yang menginginkan suasana hidup aman,tenteram,sejahtera,sentaosa. Hidup berdampingan secara damai.
Panca Sradha
- PENGERTIAN PANCA SRADHA
Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
- Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
- Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
- Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
- PEMBAGIAN PANCA SRADHA
- Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
- Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
- Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
- Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
- Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat menciptakan ketenangan.
- PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA
- Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – dewa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
- Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
- Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :
- Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “
- Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), dan Bhagavan ( berwujud )
- Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )
Badan adalah kebendaan yang terbentuk dari lima unsur kasar yaitu Panca Maha Butha. Di dalam badan melekat indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )
Atma adalah yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus . atma yang menghidupkan badan manusia disebut “ Jiwatman “
Badan dengan atma ini bagaikan hubungan Kusir dengan Kereta. Kusir adalah atma, dan kereta adalah badan. Indria yang ada pada badan kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma. Misalnya, mata tidak dapat digunakan untuk pengelihatan jika tidak dijiwai oleh atma. Telinga tidak dapat digunakan untuk pendengaran jika tidak dijiwai oleh atma.
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat – sifat atma sebagai berikut :
- Achodyhya artinya tak terlukai oleh senjata
- Adahya artinya tak terbakar oleh api
- Akledya artinya tak terkeringkan oleh angin
- Acesyah artinya tak terbasah oleh air
- Nitya artinya abadi, kekal
- Sarwagatah artinya ada dimana – mana
- Sthanu artinya tak berpindah – pindah
- Acala artinya tak bergerak
- Sanatana artinya selalu sama
- Adyakta artinya tak terlahirkan
- Achintya artinya tak terpikirkan
- Awikara artinya tak berjenis kelamin
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan awidhya.
Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi. Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal adanya ( Brahman Atman Aikyam )
- Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha karma membawa hasil yang menyenangkan atau baik. Sebaliknya perbuatan yang buruk atau Asubha karma akan membawa hasil yang duka atau tidak baik.
Perbuatan – perbuatan buruk atau Asubha karma menyebabkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia akan menjelma kembali ke dunia sebagai binatang atau manusia sengsara ( Neraka Syuta ). Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka berbagai kebahagiaan hidup akan dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati, kelak menjelma kembali ke dunia sebagai orang yang bahagia dengan mudah ia mendapatkan pengetahuan yang utama.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
- Sancita karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada kehidupan yang terdahulu baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula ( senang, sejahtera, bahagia ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara )
- Prarabda karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.
Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.
- Kriyamana karma phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat. Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik. Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
- Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )
Kelahiran dan hidup ini sesungguhnya adalah sengsara, sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara, tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan datang ( nagata ) dan sekarang ( wartamana ).
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut :
- Pitra Yadnya
Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.
- Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan setelah meninggal.
- Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.
- Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )
Alm moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.
Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).
Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.
Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.
Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :
- Bhakti Marga ( jalan Bhakti )
- Karma Marga( jalan Perbuatan )
- Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )
- Raja Marga ( Jalan Yoga )
Langganan:
Postingan (Atom)